Kamis, 08 November 2007

Fitnah Keji Terhadap Perguruan Silat Mahesa Kurung

PENJELASAN PERIHAL PERGURUAN MAHESA KURUNG AL-MUKARRAMAH:

A. MK Al Mukarramah adalah perguruan bela diri yang berdasar kepada ajaran Islam, yang didirikan di Bogor 23 tahun lalu.

CATATAN:

1. MK Al Mukarramah bukanlah organisasi keagamaan seperti misalnya Ahmadiyah ataupun Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama.

2. Sebagai perguruan beladiri maka MK Al Mukarramah adalah mirip dan sejenis dengan organisasi beladiri lainnya seperti Pagar Nusa, Satria Nusantara, Tapak Suci, Merpati Putih, Karate, Yudo, Aikido, Taekwondo, maupun perguruan Silat Shaolim

3. Secara umum belajar ilmu bela diri haruslah disamakan dengan belajar ilmu matematik, kimia, ilmu silvikultur dan ilmu lainnya yang umum kita kenal. Sehingga buat orang Islam tidak menjadi masalah belajar -- dan tidak pernah menjadi pertanyaan soal aqidah -- di Cina, Roma, Amerika maupun Jepang, dan tidak ada sangkut pautnya dengan keyakinan seseorang.

4. Karena MK Al Mukarramah digali dari khasanah ilmu pengetahuan Islam maka tidak heran bila banyak doa dan tata cara yang berdasar kepada Islam, hal ini harus dianggap wajar karena sama misalnya dengan banyaknya doa dan tata cara Perguruan Shaolim yang berdasar kepada ajaran agama Buddha. Yang harus dianggap aneh justru bila banyak doa dan tata cara di MK Al Mukarramah yang berdasar kepada agama non-Islam – dan ini tidak terjadi sama sekali di MK Al Mukarramah.

5. Karena MK Al Mukarramah adalah perguruan beladiri maka tidak heran – dan tidak perlu dipertanyakan sama sekali – bila banyak anggota militer dan kepolisian yang menjadi anggota MK Al Mukarramah. Ini adalah bagian dari peran bela bangsa yang bisa dilakukan oleh MK Al Mukarramah terhadap negaranya. Sama seperti juga tidak perlu dipertanyakan mengapa banyak anggota militer dan kepolisian yang ikut beladiri yudo, karate, Tapak Suci, Merpati Putih dan lainnya.

6. Begitu juga tidak perlu dipertanyakan mengapa – dalam perjalanan waktu yang 23 tahun ini – jumlah anggota Perguruan MK Al Mukarramah semakin banyak. Bukankah –kata sunah Rasul – sebaik-baiknya ummat adalah ummat yang kuat?

B. Selama 23 tahun MK Al Mukarramah berada di masyarakat, tidak pernah ada tuduhan dan tudingan perihal apapun dari siapapun. Sehingga dengan adanya fatwa sesat dari MUI kepada MK Al Mukarramah, seharusnya menyebabkan banyak pertanyaan yang harus dijawab.

CATATAN:

1. Tudingan sesat umumnya diberikan kepada organisasi keagamaan berkaitan dengan Rukun Iman dan Rukun Islam. Sedangkan Moto Perguruan MK Al Mukarramah adalah jelas-jelas sangat Islami, yang bunyinya adalah sbb:

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim

· Rodhitu Billaahi Robban

Aku ridho Allah sebagai Tuhanku

· Wabil Islaami Diina

Dan aku ridho Islam sebagai Agamaku

· Wabi Muhammadin Nabiyyan Warrosuulan

Dan aku ridho Muhammad sebagai Nabi dan Rasulku

“ Barang siapa yang merasa puas dengan Allah sebagai Tuhannya, dan Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai Rasulnya, maka ia berhak untuk masuk surga ” (Al Hadist).

Dengan demikian tudingan MUI yang menyatakan Perguruan MK Al Mukarramah sesat adalah tidak benar dan tidak beralasan sama sekali. Karena tidak ada satupun klausul dalam Rukun Iman maupun Rukun Islam yang dilanggar.

2. Prosedur penetapan fatwa yang tidak benar dan melanggar ketentuan MUI sendiri.

o Yang mengeluarkan fatwa adalah MUI Kabupaten Bogor, padahal domisili pengurus Perguruan MK Al Mukarramah berada di Kota Bogor. Mengapa MUI Kabupaten Bogor bersemangat sekali mengeluarkan fatwa untuk sesuatu yang bukan tugas dan bagian dari yurisdiksinya?

o Yang berhak mengeluarkan fatwa adalah Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Pusat yang berada di Jl Taman Wijaya Kusuma – Jakarta Pusat yang diketuai oleh KH Ma’ruf Amin dan MUI kabupaten tidak berwenang mengeluarkan fatwa. Bila ada kasus yang perlu ditangani oleh Komisi Fatwa, maka tugas dari MUI daerah -- dalam hal ini seharusnya MUI Kota Bogor dan bukannya MUI Kabupaten Bogor – adalah mengusulkan kepada Komisi Fatwa MUI Pusat. Urusan bunyi dan mekanisme mengeluarkan fatwa adalah wewenang tugas dari Komisi Fatwa MUI Pusat. Contoh: Fatwa terhadap Ahmadiyah dan Al Qiyadah Islamiyah yang berada di Kabupaten Bogor, dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI Pusat dan bukan dikeluarkan oleh MUI Kabupaten Bogor. Mengapa dalam hal MK Al Mukarramah, MUI Kabupaten Bogor sangat bersemangat sekali mengeluarkannya?

o Fatwa diputuskan oleh MUI Kabupaten Bogor setelah sidang yang dilakukan dalam satu kali pertemuan saja. Padahal Komisi Fatwa MUI Pusat mengeluarkan fatwa sesat untuk Ahmadiyah perlu waktu tahunan.

o Dalam prosesnya pihak MK Al Mukarramah tidak pernah didengar dan dipanggil oleh MUI Kabupaten Bogor. Ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak azasi manusia – dimana siapapun harus dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah. Bahkan seorang maling ayam sekalipun yang tertangkap tangan, selalu didengar kata-katanya dalam persidangan. Apalagi ini menyangkut sesuatu yang sangat besar sekali, menyangkut aqidah keimanan Islam.

o Surat fatwa dari MUI Kabupaten Bogor tidak pernah disampaikan ke MK Al Mukarramah, tetapi langsung diserahkan ke media massa, yaitu koran dan TV secara nasional. Dalam hal ini MUI Kabupaten Bogor jelas-jelas telah melakukan pelanggaran hak azasi manusia yang berat, yaitu langsung memberikan hukuman melalui media massa.

o Malam sebelum fatwa disebar luaskan di media massa, Habib Abdurrahman Assegaf dari Gerakan Ummat Islam mengatas namakan MUI Kabupaten Bogor, mencoba memeras melalui telepon dengan meminta uang Rp 200 juta dari MK Al Mukarramah bila ingin fatwa tidak jadi dikeluarkan oleh MUI Kabupaten Bogor. Tetapi MK Al Mukarramah bukan Ahmadiyah yang bisa diperas oleh Habib Abdurrahman Assegaf dari Gerakan Ummat Islam, dan permintaan uang tadi ditolak mentah-mentah. [Habib Abdurrahman Assegaf mengakui telah memeras dan meminta uang dari MK Al Mukarramah seperti yang diberitakan di Majalah Tempo, Forum Keadilan maupun Gatra].

o Baru setelah fatwa keluar dan masyarakat Bogor ribut, MUI Kabupaten Bogor difasilitasi oleh Kapolwil Bogor setuju mengadakan 3 kali pertemuan. Lucunya dalam ketiga pertemuan tadi perwakilan MK Al Mukarramah tidak diperkenankan bicara sedikitpun, sementara perwakilan MUI Kabupaten Bogor [Perlu dicatat Ketua MUI Kabupaten Bogor tidak pernah mau hadir dalam ketiga pertemuan tadi] bicara panjang lebar. Ini sungguh aneh dan keterlaluan. Rupanya MUI Kabupaten Bogor takut mendengar “omongan” MK Al Mukarramah baik sebelum fatwa keluar maupun setelah fatwa dikeluarkan.

o Kami kemudian melaporkan hal ini ke Komisi Fatwa MUI Pusat dan bertemu dengan ketuanya yaitu KH Ma’ruf Amin. Ada 2 kali pertemuan di kantor MUI dan beberapa kali utusan Komisi Fatwa MUI Pusat datang ke Bogor dan berkunjung ke MK Al Mukarramah. Kesimpulan dari hasil kunjungan dan pertemuan tadi Komisi Fatwa TIDAK PERNAH MENGELUARKAN FATWA SESAT kepada MK Al Mukarramah.

o Kami juga berkunjung dan melaporkan kepada Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi. Beliau mengatakan sudah nasib orang NU untuk selalu dikatakan sesat, bahkan setiap hari. Mulai dari soal Muludan, Tahlil, Baca Yasien, Talkin, dlsbnya. Kasus MK Al Mukarramah ini sudah beliau laporkan ke Menteri Agama RI.

o Kemudian MK Al Mukarramah mengadukan MUI Kabupaten Bogor ke Pengadilan Negeri Bogor di Cibinong, atas delik pencemaran nama baik dan menuntut permintaan maaf serta pencabutan fatwa. Sidang dilakukan setiap minggu selama kurun waktu satu tahun [2006-2007] dan seluruh argumen dari MK Al Mukarramah diterima tetapi dalam keputusannya Pengadilan Negeri Bogor menolak permintaan MK Al Mukarramah dengan alasan surat kuasa untuk pengacara yang tidak sesuai ketentuan administrasi. Aneh setelah satu tahun bersidang baru kemudian soal surat kuasa bagi pengacara dipermasalahkan. Kalau memang benar ada masalah surat kuasa, seharusnya dalam sidang pendahuluan sudah bisa diketahui dan diperbaiki.

o Pengurus Cabang NU Kota Bogor pada tanggal 22 Mei 2006, mengeluarkan surat yang menegaskan bahwa Perguruan MK Al Mukarramah adalah Tidak Sesat.

3. Ada apa sesungguhnya dibalik tudingan fatwa sesat MUI Kabupaten Bogor terhadap MK Al Mukarramah

o Kasus ini sesungguhnya dimulai dari pemecatan anggota Dewan Guru MK Al Mukarramah karena kasus kumpul kebo dan kasus kawin lagi. Mungkin karena tidak terima diberhentikan, dua orang bekas anggota ini kemudian menyebar fitnah kesana kemari.

o Selanjutnya dengan bersenjata uang suap yang didomplengkan kepada perbedaan mashab dan kelompok, kasus ini menyebar melalui fihak-fihak yang tidak bertanggung jawab dan merasa paling benar sendiri.

o Beberapa pihak [misalnya media massa televise] tanpa melakukan cek dan ricek, apalagi melakukan investigasi mendalam, menyebar luaskan berita fitnah yang tidak benar dan beralasan ini hanya untuk kepentingan rating dan pemasukkan iklan. Mereka tidak pernah perduli apakah berita yang disampaikan itu bohong, berita tidak benar dan fitnah. Mereka tidak perduli terhadap kemungkinan yang bisa menimpa orang lain akibat sikap ignorance mereka. Uang telah menjadi “tuhan” bagi banyak pihak tanpa peduli lagi dengan orang lain. Bencana, kesulitan dan kerepotan pihak lain telah menjadi barang dagangan yang kalau perlu isue dan fitnah dipelihara terus sebagai modal bagi “pertunjukkan” selanjutnya. ***

Selengkapnya...